Fungsi Organisasi Jurnalis Dalam Realitas Kontributor/ Koresponden

Pada hari Sabtu, 17 November 2007, pukul 11.00 wib, berlangsung diskusi kecil di sekretariat AJI Bandung, Jln. Aceh No. 56 Bandung, yang dihadiri 36 orang, terdiri dari anggota AJI Bandung, Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI), Serikat Pekerja Forum komunikasi Karyawan PT.Dirgantara Indonesia (SP FKK PTDI), Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan (Farkes) RS. Kebon Jati, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Jawa Barat, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Barat dan mahasiswa untuk membicarakan “Fungsi Organisasi Jurnalis dalam Realitas Kontributor/Koresponden Media “. Dalam diskusi tersebut hadir juga Ahmad Taufik (Jurnalis Tempo) dan Adi Prinantyo (Koordinator Divisi Serikat Pekerja).

Ada beberapa hal yang dapat disimpulkan sebagai persoalan AJI sebagai
organisasi profesi.
Pertama, ketika seorang pekerja pers “berselisih” dengan tempatnya bekerja, sejauh mana organisasi pekerja pers dapat berperan untuk membantu menyelesaikannya. Dalam konteks ini, forum diskusi mengangkat sebuah kasus “permintaan sejumlah koresponden/ kontributor kepada sebuah perusahaan pers terbesar “dunia dan akhirat”, tentang kontrak kerja”.

Sejumlah peserta diskusi, baik IJTI maupun AJI Bandung, berharap AJI sebagai organisasi pekerja pers yang memiliki organ untuk memediasi, meng-advokasi, bahkan hingga litigasi (LBH Pers), dapat berperan penuh. Sementara sejumlah anggota AJI Bandung, meminta, organ tersebut, yang merupakan pelayanan organisasi kepada anggotanya, melayani kasus tersebut.

Apalagi, jika melihat contoh kasus yang dibicarakan, AJI secara statistik, sebagian besar anggotanya terdiri dari koresponden/ kontibutor daerah. Selama ini, perjuangan AJI dalam bidang “Keserikat-pekerjaa n” adalah mendorong adanya kepastian hukum dalam hubungan industrial antara koresponden/ kontributor dengan perusahaan pers.

Namun, delegasi Serikat Pekerja AJI Indonesia, tidak sanggup menjawab pertanyaan peserta diskusi, karena tidak mendapat mandat dari organisasi untuk memberi kepastian. Meski AJI Bandung menegaskan, Deklarasi Sirnagalih sudah jelas merupakan dasar perjuangan AJI dalam konteks ini. Sehingga AJI Indonesia tidak perlu menjawab bisa membantu atau tidak, tetapi HARUS membantu. Tidak ada conflict of interest.

Kedua, delegasi SP AJI mengatakan, saat ini sedang ada pembahasan oleh `Tim Lima’ tentang kemungkinan dibentuknya Serikat Pekerja Koresponden/ Kontributor. Tim lima ini antara lain beranggotakan Eddy Suprapto dan Suwarjono. Terkait hal ini, AJI Bandung mengusulkan agar tim juga beranggotakan kontributor/ koresponden agar hasil rumusan tidak `berperspektif karyawan’.

Demikian.

1 thought on “Fungsi Organisasi Jurnalis Dalam Realitas Kontributor/ Koresponden

  1. Bulan Oktober lalu, saya juga sempat membahas konteks yang sama, dalam sebuah Lokakarya, Membangun hubungan Kerja Kontributor dan Redaksi TV.

    Lokakarya yang di selenggarakan Dewan Pers ini, ternyata tidak membawa solusi yang arif bagi kami, untuk menjebatani hubungan kerja antara kontributor dan redaksi yang selama ini kami nilai kabur. Apa yang di kuatirkan rekan-rekan di AJI mungkin ada persamaan.

    Namun di ujung diskusi, Dewan Pers dan IJTI berkomitmen akan mengadvokasi kami jika ada peristiwa berkaitan dengan hubungan kerja kontributor dan perusahaannya.

    Kami sangat mendukung AJI, yang akan merumuskan berbagai hal yang berkaitan dengan hubungan kerja antara korpon/kontri dan perusahaannya dalam sebuah wadah serikat perkerja AJI.

    maju terus bung,

Leave a comment